Destruksi
merupakan suatu perlakuan untuk
melarutkan atau mengubah sampel menjadi bentuk materi yang dapat diukur sehingga
kandungan berupa unsur-unsur didalamnya dapat
dianalisis. Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal yaitu destruksi
basah dan destruksi kering,
yang masing-masing mempunyai
keunggulan dan kelemahan.
Metode
Destruksi Basah
Destruksi
basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal maupun
campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator. Pelarut-pelarut
yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain asam nitrat (HNO3), asam sulfat (H2SO4), asam perklorat (HClO4) dan asam klorida (HCl). Kesempurnaan
destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada larutan destruksi,
yang menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah larut sempurna atau
perombakan senyawa-senyawa organik telah berjalan dengan baik. Senyawa-senyawa
garam yang terbentuk setelah destruksi merupakan senyawa garam yang stabil dan
disimpan selama beberapa hari. Pada umumnya pelaksanaan kerja destruksi basah
dilakukan secara metode Kjeldhal. Dalam usaha pengembangan metode telah
dilakukan modifikasi dari peralatan yang digunakan (Raimon, 1993).
Metode
Destruksi Kering
Destruksi
kering merupakan perombakan organik
logam di dalam sampel menjadi logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan
sampel dalam muffle furnace dan
memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini
dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-800oC, tetapi suhu ini sangat
tergantung pada jenis sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan suhu
pengabuan dengan sistem
ini terlebih dahulu ditinjau jenis logam yang akan dianalisis. Bila
oksida-oksida logam yang terbentuk bersifat kurang stabil, maka perlakuan ini
tidak memberikan hasil yang baik. Untuk logam Fe, Cu, dan Zn oksidanya yang
terbentuk adalah Fe2O3, FeO, CuO, dan ZnO. Semua oksida
logam ini cukup stabil pada suhu pengabuan yang digunakan. Oksida-oksida ini
kemudian dilarutkan ke dalam pelarut asam encer baik tunggal maupun campuran,
setelah itu dianalisis menurut metode yang digunakan.
Sampel yang telah didestruksi, baik destruksi
basah maupun kering dianalisis kandungan logamnya. Metode yang digunakan untuk
penentuan logam-logam tersebut yaitu metode SSA
(Raimon,
1993). Metode ini digunakan secara luas untuk penentuan kadar unsur logam dalam
jumlah kecil atau trace level (
Kealey, D. dan Haines, P.J. 2002).
Faktor
yang harus diperhatikan dalam hal menggunakan metode destruksi terhadap sampel antara lain: sifat matriks dan
konstituen yang terkandung di dalamnya,
jenis logam yang akan dianalisis dan metode yang akan digunakan
untuk penentuan kadarnya (Raimon, 1993).
Menurut
Sumardi (1981), metode destruksi basah lebih baik daripada cara kering karena
tidak banyak bahan yang hilang dengan suhu pengabuan yang sangat tinggi.
Destruksi dengan cara basah biasanya dilakukan untuk memperbaiki cara kering
yang biasanya memerlukan waktu yang lama. Sifat dan karakteristik asam
pendestruksi yang sering digunakan antara lain:
1) Asam
sulfat pekat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk mempercepat terjadinya
oksidasi. Asam sulfat pekat merupakan bahan pengoksidasi yang kuat. Meskipun
demikian waktu yang diperlukan untuk mendestruksi masih cukup lama.
2) Campuran
asam sulfat pekat dengan kalium sulfat pekat dapat dipergunakan untuk
mempercepat dekomposisi sampel. Kalium sulfat pekat akan menaikkan titik didih
asam sulfat pekat sehingga dapat mempertinggi suhu destruksi sehingga proses
destruksi lebih cepat.
3) Campuran
asam sulfat pekat dan asam nitrat pekat banyak digunakan untuk mempercepat
proses destruksi. Kedua asam ini merupakan oksidator yang kuat. Dengan
penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu destruksi sampel yaitu pada suhu
350 0C, dengan demikian komponen yang dapat menguap atau
terdekomposisi pada suhu tinggi dapat dipertahankan dalam abu yang berarti
penentuan kadar abu lebih baik.
4) Asam
perklorat pekat dapat digunakan untuk bahan yang sulit mengalami oksidasi,
karena perklorat pekat merupakan oksidator yang sangat kuat. Kelemahan dari
perklorat pekat adalah sifat mudah meledak (explosive)
sehingga cukup berbahaya, dalam penggunaan harus sangat hati-hati.
5) Aqua
regia yaitu campuran asam klorida pekat dan asam nitrat pekat dengan
perbandingan volume 3:1 mampu melarutkan logam-logam mulia seperti emas dan
platina yang tidak larut dalam HCl pekat dan HNO3 pekat. Reaksi yang
terjadi jika 3 volume HCl pekat dicampur dengan 1 volume HNO3 pekat:
Gas klor (Cl2)
dan gas nitrosil klorida (NOCl) inilah yang mengubah logam menjadi senyawa
logam klorida dan selanjutnya diubah menjadi kompleks anion yang stabil yang
selanjutnya bereaksi lebih lanjut dengan Cl-.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar